Di suatu tempat pada suatu waktu tersebutlah sebuah negara yang suka sekali dengan hal-hal yang instan.
Pendidikan instan, lulusan instan, sarjana instan, pejabat instan, pengusaha instan, selebritis instan, aparat instan, koruptor instan, politisi instan, pakar instan, proyek instan, tender instan, kebijakan instan, kartu kredit instan, pinjaman instan, hukum instan, berita instan, gosip instan, dan instan-instan lainnya. Sebagian besar masyarakatnya juga gemar makan mie instan, meskipun kalo ini sih selain hobi juga karena keadaan hehehe...
Instan. Instan itu cepat. Asal punya uang. Siap saji.
Masak 3 menit. Hidangkan. Habis deh.
Karena ploduk-ploduk instan itulah makanya negara yang seharusnya kaya raya jadi tidak bisa berkembang. Alam rayanya dikeruk, diperas sampai tak bersisa.
Mereka yang punya akses mendadak kaya, tapi hanya saat itu saja. Mereka tidak sadar kalau mereka meninggalkan “hutang” kepada anak cucunya. Tapi mereka tidak pernah sadar, jadi ya biarkan saja.
Jalanan yang baru diaspal paling kemulusannya hanya bisa dinikmati satu minggu saja. Biarkan saja.
Easy come easy go.
Cepat datang cepat hilang.
Instan.
Di negara instan itu, rakyat yang mencintai dan mengabdi setulus hati tidak mendapat tempat.
Negara itu ramah kepada merekayang memiliki koneksi dan uang untuk mendukung ke-instan-an itu tadi.
Rakyatnya? Sudah paham betul dengan para instan-ners itu. Rakyat hanya bisa melihat, menerawang, dan sesekali berpikir “kapan mereka bisa seperti kita...”
Rakyatnya berjuang setengah mati demi menyambung hidup, bayar sekolah, bayar listrik, dan bayar pajak, yang hasilnya tidak kembali kepada rakyat tapi dinikmati oleh instaners.
Tapi tak apa, biarkan saja.
Terjajah seperti zaman dahulu kala.
Rakyat yang terbiasa tertindas biasa berpikir sederhana. Mereka sudah bersyukur bisa bertahan hidup. Soal instaners tak pernah dipikirkan. Toh mereka juga hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri.
Geli melihat talkshow berisi provokator yang bisanya menghujat tapi tak pernah berbuat.
Muak melihat pemerintah yang katanya berkuasa tapi seperti tanpa daya.
Teruskan saja berkoar! Teruskan saja! Toh takkan mengubah apa-apa.
Jadi...
Ya gitu deh.
Malam ini menunya mie instan lagi.
Selera nusantara ada di setiap bungkusnya.
Tinggal pilh.
Kalau gas di rumah habis, tinggal dimasak pakai rice cooker, sambil harap-harap cemas semoga tidak mati lampu.
Praktis.
Perut hangat, lumayan kenyang, mulai ngantuk...
Hoahm...
Berdoa dulu sebelum tidur...
Sambil berharap semoga negara Instanesia kembali gemah ripah loh jinawi toto tentrem kartoraharjo bagi rakyat kecilnya...
Amin...
Zzzzzzzz.......
*Catatan ini pernah saya upload di Facebook tanggal 17 Januari 2011*
No comments:
Post a Comment